WELCOME TO 2021!

 Selamat Tahun Baru 2021!

Di postingan ini aku mau flashback mengenai diriku di tahun sebelumnya terlebih dahulu. Tahun 2019-2020 adalah tahun yang wow banget buat aku. Sepertinya tahun 2020 aku mengalami apa yang namanya quarter life crisis. Other than that I also had slight of mental health disorders.

Tahun 2019 aku mengalami beberapa hal yang membuatku down. Di awal tahun Ibu sakit dan saat pulang aku diminta untuk menyelesaikan studiku hingga S2 saja. Aku juga merasa harus menurunkan egoku demi orang tua karena selama ini bertindak dan memutuskan bagaimana hidupku seenaknya sendiri. Akhir Maret aku juga sempat terlibat drama kepanitiaan. Aku sendiri sangat menghindari drama atau pertikaian. Lha kok bisa-bisanya ada orang fitnah aku sampai dimarahin di depan banyak orang. Untung saja banyak teman-teman tahu kalo aku udah sangat bekerja keras biar acara berjalan dengan lancar dan banyak mendapatkan pembelaan. Tapi orang yang ngefitnah ga minta maaf sama sekali (aigoo). Trus bulan April prof mulai menanyakan apakah ada keinginan untuk lanjut S3. Dengan berat hati aku jawab kalau aku nggak akan melanjutkan S3 dengan alasan permintaan orang tua. Sesungguhnya aku punya cita-cita untuk lanjut sekolah sampai S3. Sebulan kemudian aku diberi tahu profku kalau beliau bakal pindah kampus, jadi labnya juga akan pindah. Karena aku nggak lanjut S3, jadi aku ditinggal profku dan teman-teman labku. Waktu teman lab nyiapin alat-alat lab untuk dipindah, aku cuma bisa nangis dipojokan lab sambil centrifuge. Sepeninggal prof dan teman-teman, aku merasa sendirian dan kesepian walaupun di office masih banyak orang. Sebulan setelah prof pindah, aku dapat musibah, Ibu meninggal. Aku memilih untuk pulang ke rumah dan itu keputusan yang tepat karena kalau masih di Busan roommateku pasti bakal awkward lihat aku berduka. Aku juga nggak mau mengganggu kalo roommateku mau bersenang-senang. Dan rencana jalan-jalan ke Osaka-Kyoto pun batal. Setelah pulang dan melihat keadaan di rumah, aku merasa lebih tenang dan ikhlas. Apalagi melihat bapak dan adik-adik semuanya baik-baik saja dan sudah ikhlas, aku ikut tenang. Aku pun balik ke Busan lagi. Sekembalinya aku ke Busan, aku merasa R semakin mendekatiku dan entah kenapa aku merasa tertarik haha. Dan setelah itu aku merasa satu-satunya sumber kebahagiaanku adalah dia. 

Setelah itu adalah waktuku untuk menulis tesis. Menulis tesis butuh fokus dan konsentrasi yang sangat tinggi. Namun, saat itu aku merasa kesulitan untuk fokus atau konsentrasi. Dan itu bukan aku banget. Saat mencoba fokus, tiba-tiba aku merasa sedih dan menangis, pokoknya moodku turun. Aku selalu berusaha untuk menaikkan moodku dengan memikirkan hal-hal yang yang membuat aku senang, tentu saja saat itu R. Saat bengong kapan pun dan tanpa memandang tempat, aku sering sekali tiba-tiba menangis. Aku merasa tidak ada hal yang perlu disedihkan tapi aku tiba-tiba menangis. Dari luar, aku tampak baik-baik saja dan tetap ceria. Bukannya aku sering jalan-jalan dan bersenang-senang? Saat jalan-jalan atau bersenang-senang, aku bisa lupa dan nggak menangis tapi setelah itu balik lagi menangis. Aku juga berpikir apakah aku menangis karena belum rela Ibu pergi, tapi aku merasa sudah rela, ikhlas dan tidak perlu bersedih-sedih lagi. Aku bercerita ke roommateku tentang keadaanku, tapi dia menanggapi itu karena aku jatuh cinta pertama kali, jadi merasa seperti itu. Saat itu aku berpikir kayanya bukan karena itu deh.

Sampai akhirnya aku lulus dan pulang ke rumah. Aku kira up and down moodku itu bakal hilang kalau aku di rumah dan sibuk kerja. Tapi ternyata hal itu tidak hilang dan malah semakin parah saat R berhenti berhubungan dengan aku. Aku merasa tidak punya motivasi untuk hidup, tidak punya harga diri, tidak percaya diri, tidak berguna, tidak bisa menikmati hidup, tidak bisa menikmati hobi dan kesenanganku tapi untungnya tidak sampai self harm. Akhirnya aku burn out dan dari evaluasi pribadi performa kerjaku jelek banget. Aku merasa tidak boleh terus-terusan seperti ini, tapi aku nggak tahu harus berbuat apa. Aku sudah berusaha berpikiran positif tapi hal itu tidak membantu. Saat itu akhir Agustus 2020, proyek yang aku pegang sudah habis dan akan memulai proyek baru. Aku pun diminta untuk ke kantor karena proyeknya akan mulai. Namun karena perasaan-perasaan itu, aku merasa tidak percaya diri dan ingin mengundurkan diri dari pekerjaan. Tapi permintaanku untuk mundur ditolak oleh bos dan aku diperbolehkan untuk WFH sambil memulihkan diri. Aku mengunjungi psikolog dan mengikuti kelas public speaking untuk memulihkan diri. Penyebab "mild depresi"ku itu ternyata dari unfinished business di masa laluku. Meskipun mahal, konsultasi di psikolog itu worth it banget.

Alhamdulillah perlahan-lahan aku pulih dan mendapatkan motivasi untuk melanjutkan hidup dan aku pun ingin melanjutkan cita-citaku untuk S3. Aku mencoba mendaftar ke lebih dari 5 lab di kampus asalku dan di kampus lain tapi sayangnya ditolak. Waktu ditolak aku masih merasa down tapi aku percaya mungkin memang bukan rejekiku di lab-lab itu. Aku masih memiliki keinginan untuk resign, istirahat sebentar dan mencari kerja di tempat lain yang bukan perusahaan start up sehingga pace kerjanya juga jadi lebih lambat. Aku percaya kalau aku masih memiliki rejeki di tempat lain yang lebih baik. 

Saat itu akhir Oktober 2020, mantan roommateku bertanya apakah aku jadi melanjutkan S3 di Busan atau aku mendaftar di lab lain. Aku jawab aku tidak mendaftar di lab lain dan sudah merasa putus asa, mungkin semester berikutnya aku akan mencoba lagi di universitas lain. Malamnya aku kepikiran ada satu lab yang membuat aku tertarik karena berhubungan dengan bidang tempat kerjaku, yaitu energi baru dan terbarukan. Aku juga tertarik dengan lab itu karena cenderung lebih modern dan tidak terlalu banyak kegiatan lab secara fisik, jadi lebih banyak simulasi di depan komputer dan ilmunya bisa dipraktikkan di industri nyata. Keesokan harinya, baru bangun tidur, aku menyusun draft email ke prof lab itu dan langsung mengirimkannya tanpa pikir panjang. Beberapa hari tidak ada balasan, aku lihat di website lab tersebut bahwa lab tersebut sudah menutup rekruitmen sejak 25 Oktober. Aku pun menyerah. Namun, tidak diduga, beberapa hari kemudian aku mendapat balasan dari prof bahwa beliau tertarik dengan aku dan memintaku untuk mengirim transkrip nilai S1 dan juga surat rekomendasi. Setelah itu, beliau menjadwalkan interview melalui skype. Jujur, aku merasa banyak kekurangan di interviewku. Aku hanya bisa istiqomah dan berharap pada Tuhan. Aku berdoa, kalau aku pantas untuk berada di lab itu maka kabulkanlah, dan jika aku tidak pantas atau niatku kurang kuat maka berikanlah yang terbaik untukku. Seminggu kemudian aku mendapatkan offering dari lab tersebut. Sungguh aku langsung berdoa bersyukur sebanyak-banyaknya kepada Tuhan karena telah memberikan yang terbaik untukku. Aku pun menyiapkan semua dokumen admission karena waktunya sudah sangat mepet. Aku juga mengundurkan diri dari kantorku karena sudah merasa malas-malasan bekerja. Aku ingin istirahat sebelum memulai perjalanan baru di lab tersebut.

Pengurusan keberangkatan ke Korea ternyata tidak mudah karena adanya pandemi. Aku berharap persiapanku dapat berjalan dengan lancar hingga keberangkatan. Aku juga berharap dunia ini sembuh dan pandemi segera berlalu. Dan semoga aku bisa bekerja di lab baru dengan optimal sehingga bisa publish paper dengan cepat. Semoga 2021, situasi dan kondisi semakin membaik dan aku juga bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Happy new year!!!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Balada Kerja Praktek: I'm coming

Welcome!

Dream: Autumn Trip to Seoul (3)